Rabu, 02 September 2020

Pendiri Negara Memiliki Semangat dan Komitmen Kebangsaan

Para pendiri Negara merupakan contoh baik dari orang-orang yang memiliki semangat dan komitmen yang  kuat dalam membentuk perubahan, yakni perubahan dari negara terjajah menjadi negara yang merdeka dan sejajar dengan negara-negara lain di dunia. Para pendiri negara memiliki semangat dan komitmen untuk memperbaiki kehidupan yang lebih baik bagi diri, bangsa dan negara.

Ir. Soekarno
Sumber Gambar: id.wikipedia.org
Soekarno adalah anak dari Ida Ayu Nyoman Rai, seorang putri dari Bali. Kakek moyangnya adalah seorang pejuang dalam Perang Puputan, perang yang terjadi di daerah Puputan di Pantai Utara Bali tempat Kerajaan Singaraja melawan penjajah pada tahun 1956 (Portugis). Ayah Soekarno bernama Raden Sukemi Sastrodiharjo, putra dari Raden Harjodikromo yang berasal dari Tulung Agung Kediri Jawa Timur.

Soekarno dilahirkan tanggal 6 Juni 1901, di Surabaya, beliau mempunyai nama lengkap Kusno Sosro Soekarno. Pada usia sekitar 14 tahun, Soekarno indekos di rumah kawan ayahnya, yakni H.O.S Cokroaminoto, seorang pemimpin tokoh nasional dan pemimpin terkemuka saat itu H.O.S Cokroaminoto merupakan pendiri Syarikat Islam. Soekarno banyak mendapat asuhan, didikan, serta pelajaran dari hidupnya dan merupakan orang yang telah membentuk kepribadian Soekarno.

Soekarno melanjutkan sekolah di Hoogre Burger School (HBS). Saat belajar di HBS, Soekarno telah menggembleng jiwa nasionalismenya. Setelah lulus HBS tahun 1920, Soekarno pindah ke Bandung dan melanjutkan ke Technische Hoogeschool (THS) / sekolah Teknik Tinggi. Kemudian ia berhasil meraih gelar ‘Ir.’ Pada tanggal 25 Mei 1928.

Perjuangan Soekarno didasarkan semangat dan komitmen akan kemerdekaan Indonesia. Untuk meraih kemerdekaan pergerakan perjuangan harus terorganisasi. Maka, bersama teman-temannya, Ir. Soekarno tanggal 4 Juli 1927 mendirikan Partai Nasional Indonesia. Komitmen dan perjuangan Soekarno untuk kemerdekaan menyebabkan Soekarno di tangkap dan tanggal 30 Des 1929 delapan bulan atas tuduhan pemberontakan. Ruangan pengap dan gelap dalam penjara Banceuy tidak meruntuhkan semangat dan komitmen Soekarno untuk terus berjuang bagi kemerdekaan Indonesia.

Tahun 1930, Soekarno dipindahkan ke Penjara Sukamiskin, Bandung. Di dalam penjara Soekarno menyusun pledoi (pembelaan) yang berjudul “Indonesia Menggugat” di tulis dengan beralaskan penutup dari closet duduk yang dijadikan meja untuk menulis di dalam cahaya yang terbatas. Pledoi itu dibacakan dalam persidangan di gedung pengadilan kolonial di Bandung. Dalam pembelaannya yang berjudul “Indonesia Menggugat”, Soekarno mengungkapkan bahwa bangsa Belanda sebagai bangsa yang serakah yang telah menindas dan merampas kemerdekaan Bangsa Indonesia. Pembelaannya itu membuat Belanda makin marah sehingga PNI bentukan Soekarno dibubarkan pada Juli 1930. Setelah keluar dari penjara, dia kemudian bergabung dengan Partindo, karena Soekarno sudah tidak memiliki partai lagi. Soekarno, kemudian didaulat sebagai pemimpin Partindo, namun ia kembali ditangkap oleh Belanda dan kemudian diasingkan di Flores dan empat tahun kemudian dibuang ke Bengkulu dan dibebaskan tahun 1942 menjelang kedatangan penjajahan Jepang.

Setelah Indonesia merdeka, 17 Agustus 1945 bukan berarti perjuangan Soekarno berakhir. Pada 1948, Soekarno setelah Agresi Belanda II, Soekarno kembali diasingkan ke Parapat, Sumatera Utara. Dari Parapat, Soekarno kemudian dipindahkan ke Bukit Manumbing, Bangka. Semua penderitaan yang dialami Soekarno tidak membuat semangat dan tekad Soekarno untuk kemerdekaan dan kejayaan bangsa Indonesia surut. Komitmen untuk hidup berjuang menciptakan perubahan yang lebih baik sudah seharusnya ada dalam diri seluruh bangsa Indonesia. Penderitaan anggaplah sebagai tantangan untuk menjadi lebih baik.

Mohammad Hatta
Sumber Gambar: id.wikipedia.org
Mohammad Hatta / Moh. Hatta lahir di Bukittinggi, tanggal 12 Agustus 1902. Kiprahnya di bidang politik dimulai saat dia terpilih menjadi bendarahara Jong Sumateranen Bond wilayah Padang pada 1916. Pengetahuannya politik berkembang  cepat. Pada 1921, Moh. Hatta menetap di Rotterdam, Belanda dan bergabung dengan sebuah perkumpulan pelajar Indonesia yang ada di Belanda, yakni Indische Vereeniging. Mulanya, organisasi itu hanyalah organisasi kumpulan pelajar, namun berubah menjadi organisasi pergerakan kemerdekaan saat tiga tokoh Indische Partij (Suwardi Suryaningrat), Douwes Dekker, dan Cipto Mangukusumo) bergabung dengan Indische Vereeniging yang kemudian berubah menjadi PI (Perhimpunan Indonesia).

Di PI, Moh. Hatta mulai terjun ke politik dan menjadi bendahara tahun 1922 dan menjadi ketua pada 1925. Pada 1927, Hatta bergabung dengan Liga Menentang Imperialisme dan Kolonialisme di Belanda dan berkenalan dengan aktivis nasional India, Jawaharhal Nehru. Aktivitas politik Moh. Hatta pada organisasi ini menyebabkan dirinya ditangkap tentara Belanda sebelum akhirnya dibebaskan.
Pada 1932, Moh. Hatta kembali ke Indonesia. Pada September 1932, Moh. Hatta bertemu dengan Ir. Soekarno untuk pertama kalinya. Sejak itulah, keduanya berjuang bersama membela tanah air.

Pada saat Soekarno diasingkan ke Ende, Flores tahun 1933, Moh. Hatta beraksi keras. Ia menulis mengenai pengasingan Soekarno pada berbagai media. Akibat aksinya inilah pemerintah kolonial Belanda mengasingkan Moh. Hatta ke Digul, Papua.

Pada masa pengasingan di Digul, Moh. Hatta aktif menulis di berbagai surat kabar. Ia juga rajin membaca buku yang ia bawa dari Jakarta untuk kemudian diajarkan kepada teman-temannya. Selanjutnya, pada tahun 1935, saat pemerintahan kolonial Belanda berganti, Hatta dan Sjahrir dipindahkan ke Bandaneira. Di sanalah, Hatta dan Sjahrir mulai memberi pelajaran kepada anak-anak setempat dalam bidang sejarah, politik, dan lainnya. Setelah delapan tahun diasingkan, Hatta dan Sjahrir dibawa kembali ke Sukabumi pada 1942. Selang satu bulan, pemerintah Kolonial Belanda menyerah pada Jepang. Pada saat itulah, Hatta dan Sjahrir dibawa ke Jakarta.

Setelah Agresi Militer II, tanggal 19 Des 1948, Soekarno dan Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan ke Giri Sasana Menumbing, di Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Selain Soekarno dan Moh. Hatta sejumlah tokoh nasional yang juga diasingkan di bangunan yang terletak di Gunung Menumbing, di antaranya Pringgodigdo, H. Agus Salim, Ali Sastroamidjojo, Mr. Moh. Roem dan S. Suryadarma.

*Semoga ulasan di atas bermanfaat dalam menambah wawasan kita para pembaca!!!
*Diposting tanggal 9 feb 2003